Baiklah, ini adalah
postingan ketiga saya dalam chapter Abdi Negara, seperti yang telah dibaca
dalam dua postingan sebelumnya (kalau belum baca, tolong dibaca ya biar
nyambung ceritanya,hehe..) Bagi yang sudah membaca pastinya tau saya dan para
peserta lainnya telah melewati tes seleksi kompetensi dasar (SKD) bagaimana
alurnya pun sudah saya ceritakan lengkap disini. Ada yang penasaran dengan
skor saya? Haha..sejujurnya saya pun gagal di TKP dengan rincian skor TWK 120,
TIU 120 dan TKP 127 dan total skor 367. Yah, perjalanan sebagai #pejuangNIP
harus berhenti di sini dong? Eits, ternyata tidak segampang itu memberhentikan
perjuangan saya, karena Tuhan telah memberikan kesempatan kedua bagi saya dan
peserta lainnya yang belum berhasil lolos passing
grade akibat sangat sedikitnya peserta yang memenuhi syarat lolos passing grade. Ketentuan siapa saja yang
lolos dan berhak untuk mengikuti tes selanjutnya diatur dalam Permenpan No 61
tahun 2018, dimana disebutkan bahwa peserta yang berhak untuk mengikuti tes seleksi
kompetensi bidang (SKB) adalah 3 kali jumlah formasi yang dibutuhkan di
tiap-tiap formasi dengan mengutamakan para peserta yang memang murni lolos tes
SKD sebelumnya. Jadi contohnya seperti ini, apabila di suatu formasi Puskesmas
dibutuhkan tenaga dokter 3 orang dan yang daftar sebanyak 15 orang sedangkan
yang lolos passing grade tes SKD hanya 1 orang maka sisa kursi kosong 2 ini
akan diperebutkan oleh 8 orang. Karena kuota untuk tes SKB adalah 3x jumlah
formasi dan dalam contoh diatas kuota untuk tes SKB hanya 9 orang. Ini akan
membuat sebanyak 14 orang yang tidak lolos passing grade SKD dirangking sesuai
dengan nilai total akhir tes SKDnya lalu 8 orang dengan nilai tertinggi setelah
perangkingan akan berhak lolos untuk mengikuti tes SKB dan sisanya harus rela
gugur. Lalu ada pertanyaan apabila jumlah yang lolos passing grade SKD melebihi
jumlah dari formasi yang dibutuhkan, bagaimana? Ya jawabannya sama saja, hanya
mereka yang lolos murni SKD akan dirangking kemudian dicari 3 x jumlah
formasinya untuk selanjutnya mengikuti tes SKB, sehingga bagi yang tidak lolos passing grade SKD tidak memiliki
kesempatan sama sekali untuk bersaing dalam perangkingan nilai total. Memang
banyak sekali polemik setelah BKN mengeluarkan keputusan ini, ada yang pro ada
juga yang kontra. Tetapi saya yakin ini merupakan yang terbaik yang dapat
diberikan oleh BKN untuk kita dan bangsa ini agar kekosongan formasi CPNS dapat
terisi dengan segera.
Beruntungnya saya
karena nilai akumulatif SKD saya tidak jelek-jelek amat dan ditambah
keberuntungan saya karena telah memilih di lokasi formasi yang sepi peminat.
Hanya saya sendiri yang mendaftar sebagai tenaga dokter disana dengan formasi
yang dibutuhkan juga hanya 1 orang, haha…mungkin ini yang dinamakan rejekinya
adik bayi ya. Sehingga otomatis saya juga lolos langsung untuk mengikuti tes
SKB sesuai dengan peraturan baru yang ditetapkan oleh BKN. Tes SKB sendiri
merupakan tes sesuai dengan bidang masing-masing, misalnya saya sebagai tenaga
kesehatan yang berprofesi sebagai dokter tidak akan mendapatkan soal yang sama
dengan tenaga kesehatan apoteker apalagi melenceng jauh mendapatkan soal tenaga
pendidik guru. Saya mendapatkan jadwal untuk mengikuti tes SKB pada tanggal 13
Desember 2018 di sesi yang pertama yaitu pukul 08.00 di lokasi tes yang sama
saat tes SKD yaitu di Makodam IX Udayana, sehingga saya berangkat pukul 07.00
dari rumah dengan diantar oleh kedua mertua saya yang kebetulan mereka pulang
ke Bali. Sistemnya sama persis dengan tes SKD sebelumnya, kami mengantri untuk
registrasi ulang dan menitipkan tas pada panitia karena hanya kartu ujian dan KTP
saja yang boleh dibawa masuk. Oh ya, untuk kartu ujiannya bisa dipakai kartu
ujian SKD sebelumnya atau kalau hilang bisa dicetak ulang kartu yang sama,
tidak ada perubahan data pada kartu peserta. Setelah semua registrasi rampung,
kami dipersilahkan untuk menunggu sebentar sembari ruangan dipersiapkan oleh
panitia. Mendekati pukul 08.00 kami dipersilakan masuk ke ruangan, kali ini ada
yang beda karena ruangan khusus bumil sudah tidak ada lagi mungkin karena
jumlah peserta tes SKB tidak sebanyak SKD, jadi ruangannya dijadikan 1 saja.
Namun tetap ada keistimewaan untuk ibu hamil yaitu kursinya berada dekat dengan
pintu keluar masuk dan diawasi oleh panitia, mungkin biar kalo terjadi apa-apa
bisa langsung dapat cepat ditangani. Sebelum masuk ruangan kami diperiksa ulang
menggunakan metal detector yang
sebelumnya pada tes SKD hanya diperiksa secara manual.
Setelah semuanya
menduduki tempat duduk masing-masing, kami diminta untuk mengisi nomor peserta,
NIK, pin peserta dan pin sesi kemudian log
in dan langsung mengerjakan soal sama seperti tes SKD sebelumnya. Buat saya
soal-soalnya memang lebih banyak mengenai kebijakan pemerintah mengenai
kesehatan, jujur saat akan mengikuti tes SKB ini saya hanya dapat belajar
sedikit sekali, dikarenakan apabila duduk terlalu lama pinggul saya akan terasa
sakit dan banyak keluhan saya lainnya karena kehamilan saya sudah mulai tambah
besar. Jadi saat tes SKB ini sendiri saya benar-benar berharap keberuntungan
datang memihak saya kembali. Oleh karena dalam tes SKB ini tidak ada sistem passing grade sebab penilaian akan
berdasarkan rangking nilai akhir dan ditambah pula perhitungan kelulusan CPNS
nantinya dihitung dengan rumus 60% nilai SKB ditambah 40% total nilai SKD. Kata
orang-orang saya super beruntung karena tidak memiliki saingan di formasi yang
saya pilih, jadi saya disuruh santai-santai saja, ya tapi masa tidak belajar
sedikitpun, kan malu dilihat kalau nilainya nanti kecil.haha…apalagi nilai akan
langsung ditempel di papan pengumuman begitu selesai tes. Ternyata hasil akhir
saya ya memang kecil sih tapi syukurnya tidak kecil sekali, nilai SKB saya
hanya 315. Sekarang setelah selesai tes cukup berdoa agar saya dapat lolos ke
tahap selanjutnya yaitu tahap pemberkasan hingga mendapatkan NIP, semangat
terus para #pejuangNIP....